Friday 13 August 2010

AWAS BAHAYA CALO !!!!

Mudik yang biasa terjadi menjelang Lebaran adalah fenomena sosial unik. Disebut unik karena tidak selalu dapat dijelaskan secara logika. Kebiasaan mudik pun menjadi budaya yang telah melekat dan mengakar dalam masyarakat Indonesia. Mudik berasal dari kata "udik" yang berarti kampung atau desa. Jadi mudik bermakna pulang ke kampung halaman. Pada ritual tahunan ini ada sekelompok orang menikmati keuntungan dari kerepotan para pemudik, yakni calo.

Mudik bisa dilakukan masyarakat dengan menggunakan berbagai alat transportasi, mulai kendaraan pribadi--mobil dan sepeda motor--kereta api, hingga pesawat terbang. Alat transportasi umum terakhir itulah yang menjadi angkutan favorit tahun ini. Hal itu karena tiket pesawat terbang yang dianggap murah dibanding angkutan lainnya. Sedangkan dengan pesawat terbang, pemudik bisa cepat sampai tujuan dan nyaman selama di perjalanan.

Sayangnya, ulah calo dan oknum orang dalam kembali menyusahkan para calon penumpang. Sebagian calon penumpang mengaku sulit mendapatkan tiket pesawat. Kalau pun ada, harganya sudah selangit. Yani, misalnya. Ia mengaku memerlukan waktu tiga hari bolak-balik untuk mengurus tiket keberangkatan ke agen resmi. Namun setelah itu, ia harus rela membeli tiket dengan harga yang jauh lebih mahal dari tarif biasanya.

Yani membeli tiket seharga Rp 550 ribu dari harga biasa berkisar Rp 250 ribu sampai Rp 300 ribu. Ironisnya, di tiket tersebut tak tertera harga. Yani mengaku tak ada pilihan lain. Sebab, tiket di tangan calo harganya jauh lebih mahal, bisa mencapai Rp 600 ribu. "Saya mohon pemerintah, khususnya Departemen Perhubungan mengontrol bandara yang menaikkan harga tiket seenaknya," imbau Yani.

Mudik Lebaran tahun ini rupanya menjadi panen raya bagi para calo bandar udara. Betapa tidak, kenaikan jumlah penumpang pesawat terbang kali ini mencapai 25 persen dibanding tahun silam. Sedangkan berdasarkan catatan Pos Koordinasi Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Tangerang, Banten, selama November ini jumlah penumpang ke berbagai tujuan di Tanah Air mencapai 2.300.000 jiwa. Sedangkan pada November 2003, jumlah penumpang hanya 2.200.000 orang.

Menurut pengakuan seorang calo--sebut saja Agus--selama menjelang Lebaran kali ini dirinya mendapat keuntungan tak kurang Rp 1 juta per hari. Untuk setiap tiket yang dijualnya, Agus mendapat tip sebesar Rp 50 ribu dari orang dalam maskapai penerbangan. Sedangkan dari calon penumpang, Agus bisa meraup keuntungan mulai Rp 30 ribu hingga Rp 100 ribu per lembar tiket. Selain bermain dengan orang dalam, para calo pun bermain mata dengan aparat keamanan bandara untuk mendapatkan jatah tiket. Untuk calo bermodal, biasanya, mereka akan memborong tiket yang banyak calon penumpangnya. Misalnya, Medan (Sumatra Utara), Surabaya (Jawa Timur), dan Yogyakarta.

Jika para calo "berpesta" di Bandara Soekarno-Hatta, tidak demikian dengan calo di Pelabuhan Tanjungpriok, Jakarta Utara. Ini karena calon penumpang kapal tahun ini melorot tajam. Hingga sepekan sebelum Hari Raya Idul Fitri, peningkatan calon pemudik belum terlihat. Padahal menurut Asisten Manajer Pelabuhan Tanjungpriok Sukirto, pada 10 hari sebelum Lebaran tahun silam, tiket kapal sudah habis terjual. Sukirto mengatakan, penurunan jumlah penumpang kapal ini karena murahnya harga tiket pesawat terbang. "Dibanding dua tahun lalu, jumlah penumpang cenderung menurun. Itu disebabkan harga tiket pesawat dengan kapal laut hampir sama," kata Sukirto.

Situasi itu pun berdampak pada operasi para calo. Hal itu diakui Jaya. Lelaki yang sudah menggeluti profesi calo sejak 1968 mengakui pendapatan tahun ini menurun drastis. Tahun-tahun sebelumnya, ia bisa mengantongi Rp 100 ribu per hari. Kini paling banter ia mendapat Rp 20 ribu. Jaya pun mempersoalkan murahnya harga tiket pesawat. "Tahun ini paling sepi. Sebabnya, perbandingan tiket pesawat dan kapal laut tidak begitu besar," papar Jaya.

Pesawat terbang memang menjadi angkutan favorit pemudik tahun ini. Tapi kereta api masih menjadi pilihan alternatif sebagian pemudik. Di Stasiun Gambir dan Stasiun Pasar Senen, Jakarta Pusat, misalnya. Jumlah pemudik di dua stasiun itu tetap besar. Menurut catatan pihak Stasiun Pasar Senen, sepekan sebelum Lebaran jumlah pemudik mendekati 10 ribu jiwa atau naik 40 persen dibanding tahun lalu. Tak heran apabila Stasiun Gambir dan Stasiun Pasar Senen, tetap menjadi surga bagi para calo. Pendapatan calo di dua stasiun itu tak kalah dari mereka yang beroperasi di bandara.

Seorang anggota satuan pengamanan stasiun mengatakan bahwa harga tiket KA bervariasi. Yang termahal adalah harga tiket KA tujuan Solo, Jawa Tengah; Yogyakarta; dan Surabaya, Jawa Timur. Mahalnya harga tiket ke tiga kota itu karena paling banyak peminatnya. Contohnya KA Jayabaya tujuan Surabaya. Di hari biasa, harga tiket kelas bisnis KA ini hanya Rp 60 ribu. Tetapi saat Lebaran harganya menjadi Rp 100 ribu. Harga ini akan melambung lagi jika sudah di tangan calo, yakni Rp 135 ribu. Sedangkan harga tiket KA eksekutif seperti Bangunkarta, naik dari Rp 170 ribu menjadi Rp 230 ribu.

Namun yang paling ramai adalah kereta kelas ekonomi. Maklum harga tiket tak mengalami kenaikan. Untuk KA Gaya Baru tujuan Surabaya, harganya cuma Rp 40 ribu. Tetapi pemudik harus berebut tempat duduk karena tiket KA ini tak ada nomor kursi. Pemudik bisa mendapatkan kursi tanpa harus susah-susah berebut dengan pemudik lainnya. Syaratnya, mereka harus mengeluarkan Rp 10 ribu untuk para kuli panggul yang akan mencarikan tempat duduk. Di Stasiun Pasar Senen, kehadiran para calo tak mencolok. Ada juga satpam stasiun yang merangkap calo. Caranya mereka bekerja sama dengan para kuli panggul yang menawarkan tiket pada calon penumpang.

Berbeda dengan Stasiun Senen, calo di Stasiun Gambir lebih agresif dan terang-terangan saat mendekati calon penumpang. Mereka tak segan-segan menawarkan tiket kepada para calon penumpang yang sedang mengantre di loket tiket. Tentu dengan harga mencekik. Karena ditakut-takuti bahwa tiket sudah habis, pemudik pun akan terbujuk rayu para calo.

Sebagai contoh, buat selembar tiket Argo Bromo Anggrek pemberangkatan tanggal 12 November 2004, calo meminta Rp 500 ribu. Padahal. harga resminya hanya Rp 300 ribu. Harga tiket Argo Bromo Anggrek ini lebih mahal dari harga tiket pesawat ke Surabaya, yang cuma Rp 450 ribu. Sedangkan harga tiket Argo Muria tujuan Semarang, Jawa Tengah, untuk keberangkatan 13 November, para calo menjualnya seharga Rp 370 ribu dari harga resmi Rp 250 ribu.

Keberanian para calo di Gambir, itu tak lepas dari dukungan oknum karyawan PT Kereta Api Indonesia (PT KAI) dan aparat keamanan stasiun. Hal ini diperkuat dengan kesaksian seorang calo--sebut saja Yanto. Menurut dia, ada beberapa cara untuk mendapatkan tiket. Jika tak bisa membeli langsung ke loket, ia akan memakai orang lain untuk membeli tiket. Bisa istri atau anak si calo. Cara lainnya, kongkalikong dengan orang dalam. Si calo cuma menawarkan tiket pada calon penumpang dan ia akan mendapat tip Rp 20 ribu hingga Rp 30 ribu.

Pola lain yang lebih rapi, si calo cukup mengambil tiket dari seorang cukong. Yanto akan mendapat persenan Rp 25 ribu untuk per lembar tiket. Menurut Yanto, di saat liburan besar seperti Lebaran, Natal, atau liburan sekolah, bosnya bisa untung besar. "Yang gede [untungnya] itu, ya, cukong. Dengan modal 100 [Rp 100 ribu] bisa menjadi 175 [Rp 175 ribu]," aku Yanto.

Ketika dimintai konfirmasi, Direktur Operasional PT KAI Yuda Sitepu mengakui sulitnya membersihkan stasiun besar seperti Gambir dari serbuan para calo. Apalagi menjelang Lebaran. Padahal, Yuda menambahkan, pihaknya telah berusaha memberantas sepak terjang para calo. "Semakin sulit memprediksinya," jelas Yuda.

Pulang kampung menjelang Lebaran memang seakan menjadi tradisi nasional bangsa Indonesia. Sayangnya pengaturan gelombang arus mudik dari tahun ke tahun tak juga menunjukkan perbaikan. Pemudik tetap harus berhadapan dengan masalah yang sama, kemacetan yang tak terhindarkan sepanjang jalur mudik, buruknya jasa pelayanan transportasi hingga hadirnya para calo di berbagai titik arus mudik. Toh, masyarakat tetap selalu ingin mudik. "Tradisi. Kalau tidak pulang itu merasa malu," aku seorang pemudik.

Khusus untuk 2004 ini, pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla boleh sedikit berbangga hati. Pasalnya, upaya membenahi manajemen mudik membuahkan hasil. Hal ini tergambar dari komentar positif sejumlah pemudik. "Tahun ini lebih lancar pemesanan tiketnya dibanding tahun lalu," tutur seorang pemudik.

Meski demikian, upaya membenahi pelayanan tiket belum merata di semua tempat, sehingga dimanfaatkan calo untuk meraih keuntungan. Di Terminal Pulogadung dan Rawamangun, Jakarta Timur, misalnya. Setiap musim mudik, harga tiket bus eksekutif ke berbagai jurusan naik di atas tuslah yang diizinkan pemerintah sebesar 20 persen. Contoh harga tiket bus ke Surabaya, yang biasanya berkisar antara Rp 130 ribu dan Rp 150 ribu, dapat melejit hingga Rp 250 ribu.

Pengamat sosiologi perkotaan Paulus Wirutomo menilai peningkatan arus mudik itu akibat meningkatnya arus urbanisasi atau datangnya penduduk dari desa ke kota untuk menetap dan bekerja di kota besar. Paulus bahkan menilai, mudik bisa menjadi masalah karena pemerintah harus menyediakan transportasi, perbaikan jalan. "Ini karena arus urbanisasi dari desa ke kota sudah sangat besar," kata Paulus.

Menteri Perhubungan Hatta Rajasa menargetkan, mudik Lebaran kali ini bebas dari aksi calo. Namun kenyataan di lapangan tampaknya berbicara lain. Calo sulit diberantas. Bukan hanya karena penegakan hukum yang lemah, tetapi juga karena oknum aparat dan petugas instansi terkait turut berbagi rezeki

Pesan ini di sampaikan oleh A-RAYA Tour and Travel dan di rangkum dari beberapa sumber berita.

No comments:

Post a Comment

Tidak diperkenankan memberikan komentar yang bersifat mendeskriditkan pihak lain, berbau SARA dan atau hal-hal yang bisa merugikan orang lain

Tangisan Rasulullah untuk Pria Ini Mampu Guncangkan Arsy

Pusat Tiket, Tour, Umrah dan Haji Khusus Rasulullah SAW merupakan sosok manusia paling sempurna keimanannya kepada Allah SWT. Sama seperti...