Sunday 26 September 2010

Entrepreneur/Karyawan adalah Pilihan...

Baca kisah hidup ciputra sepertinya buat saya tidak pernah ada bosannya. Dibeberapa media banyak dimuat pesta ulang tahun yang begitu meriah untuk sang kakek berusia 79 tahun. Di usia senjanya dia terus mengkritisi jumlah entrepreneur indonesia yg kurang dari 1% dari populasi penduduk indonesia. Sepak terjang dan semangatnya untuk mencetak wirausahawan muda terus dilakukan termasuk mendirikan Universitas Ciputra yang khusus untuk mencetak calon wirausaha muda.




Jumlah pebisnis atau wirausahawan di Indonesia masih sangat minim jika dibandingkan dengan jumlah penduduk. Mungkin salah satu penyebabnya adalah perilaku masyarakat Indonesia sendiri. Dalam melakukan bisnis, perilaku masyarakat Indonesia tidak mau mengambil risiko. Memang.. tidak mau mengambil risiko adalah sebuah tindakan yang wajar dalam kehidupan, dalam berbisnis hal itu menjadi tidak wajar.



Umumnya di Indonesia perilaku masyarakatnya tak mau ambil risiko. Untuk itu, banyak sekali yang mau menjadi PNS (pegawai negeri sipil). Padahal, dengan gaji PNS tanpa korupsi, seumur hidup gaji mereka akan habis untuk sekali ke Amerika...hehehe, kalaupun mereka jadi sering ke luar negeri, palingan pakai duit rakyat atau duit perusahaan. Jadi, masalah rendahnya jumlah entrepreneur di Indonesia adalah masalah mental dan budaya.



Apakah jangan-2 karena bangsa kita terlalu lama dijajah ya ? Dari sejarah yang saya ketahui, Belanda pernah menerapkan politik devide et empera-nya dengan cara menarik orang-orang Indonesia untuk bekerja pada pemerintah Belanda. Padahal mereka sebenarnya dijadikan sebagai bemper untuk melawan rakyatnya sendiri. Mereka diangkat jadi juru tulis, asisten, administrator, sampai jadi Bupati atau Demang.



Derajat mereka ditinggikan oleh Belanda, terlihat keren oleh masyarakat, dipuja puji dan menjadi idaman para perempuan. Penampilan mereka selalu rapi, bersih, terlihat intelek. Lama kelamaan profesi menjadi pegawai itu menjadi primadona para orang tua untuk mencarikan jodoh anak perempuannya. Indonesia baru merdeka 65 tahun, sementara dijajah 350 tahun. Jelas, pengaruh yang ditanamkan para penjajah masih bercokol di benak sebagian besar orang Indonesa. Sebagian besar masyarakat menilai bahwa menjadi wirausaha itu adalah “pilihan terpaksa” lantaran tidak diterima kerja.



Ada teman di Surabaya yang orang tuanya begitu malu dengan pilihan anaknya menjadi wirausaha. Setiap ditanya apa pekerjaan anaknya yang lulusan sarjana itu selalu dijawab, “Dia usaha sendiri”. Istilah “usaha sendiri” itu sebenarnya adalah kata-kata yang mencerminkan keminderan, malu dan jauh dari bangga. Istilah “usaha sendiri” itu adalah profesi yang dijalani setelah “tidak laku” di pasar tenaga kerja.



Jadi, wajar saja banyak orang tua yang tidak siap melihat anak kesayangannya mengalami nasib seperti itu. Risikonya besar sekali, terutama risiko mental. Mereka tidak ingin anaknya susah. Menjadi wirausaha justru dianggap jalan mencari susah. Mereka ingin anaknya hidup enak, terjamin, jalannya lurus sejak awal. Jadi pegawai adalah jalan impian paling aman. Hasilnya? Orang Indonesia banyak yang jadi pegawai dan sangat sedikit jadi wirausaha.



Tulisan ini bukan untuk diperdebatkan, karena untuk jadi entrepreneur atau karyawan adalah sebuah pilihan yang anda ambil dengan segala konsekuensi yang juga anda rasakan.



Good Luck,

No comments:

Post a Comment

Tidak diperkenankan memberikan komentar yang bersifat mendeskriditkan pihak lain, berbau SARA dan atau hal-hal yang bisa merugikan orang lain

Tangisan Rasulullah untuk Pria Ini Mampu Guncangkan Arsy

Pusat Tiket, Tour, Umrah dan Haji Khusus Rasulullah SAW merupakan sosok manusia paling sempurna keimanannya kepada Allah SWT. Sama seperti...