Bakat bisnis NUGROHO
MULYONO ngga jelas datang dari mana... Sedangkan ayahnya
adalah SOEPARNO adalah mantan pegawai swasta yang baru menghabiskan
masa pensiunnya dengan menjadi pengusaha bersama Ibu SUMILAH wanita
sederhana yang terlahir dari kota Blitar.
Mimpi menjadi seorang pengusaha
sebenarnya tidak pernah dipikirkan Nugroho kecil. Bahkan keinginan Nugroho
untuk terjun ke dunia wirausaha sempat dipertanyakan ayah mertuanya.
Alasannya sebenarnya sangat sederhana, ditengah ketidakpastian dunia wirausaha,
Nugroho malah meninggalkan pekerjaan nya sebagai seorang HR Manager di sebuah
perusahaan shipyard demi menjadi pengusaha yang sangat tidak
menentu. Namun ketidakyakinan dari ayah mertuanya menjadi pemacu
bagi Nugroho untuk menjadikan dunia wirausaha sebagai
pilihan hidupnya.
Semua diawali dengan masa-masa
sulit saat pertama kali menjatuhkan pilihan menjadi orang bebas. Nugroho
berprinsip, If I wanna to fly, I have tobe free...Saat itu dirinya tidak
mau terjebak dalam sebuah kemapanan yang semu yang terbungkus dalam aturan dan
batasan yang ditentukan oleh orang lain. Dia pengen menjadi orang yang
benar-benar bebas menentukan jalan hidupnya, menentukan waktu yang dia punya
dan yang paling penting dia ingin bebas menentukan dan mengembangkan ide-ide
gila dia untuk bisa dikembangkan menjadi sebuah peluang. Bahkan setelah semua
dijalani dia bahkan semakin yakin untuk bilang..."Now 24 Hours is Mine".
JEJAK LANGKAH
Awal
menjalankan bisnis dimulai Nugroho dengan mendirikan
Warung Telkom (Wartel) di awal tahun 2001 dengan modal Rp. 300.000,- (hasil ngutang dari temen). Meski masih berstatus sebagai pegawai swasta di
salah satu Perusahaan Asing di Batam, Saat itu Nugroho
nekat membuka wat\rtel yang saat itu memang menjadi bisnis yang menggiurkan.
Rasa syukur dia rasakan saat ijin operasional Wartel berhasil dia dapatkan setelah bersaing dengan ribuan aplicant.
Namun kegembiraan itu ternyata
berbuah kebingungan. Bayangkan, PT. Telkom saat itu memberinya waktu satu
bulan untuk menyiapkan segala sesuatunya mulai perangkat dan bangunan.
Taksiran awal pada saat itu diperkirakan memerlukan anggaran sekitar Rp.
25jt. Sebuah angka yang sangat membuat kepalanya "cenut-cenut".
Bahkan untuk
ukuran gaji 3jt an sebagai karyawan perusahaan swasta pada saat itu, angka 25
juta adalah sebuah nominal yang hampir pasti mustahil didapatkan. Sampe menjelang deadline waktu yang ditentukan, Nugroho belum
juga menemukan ide untuk merealisasikan mimpinya mendirikan wartel.
Setelah ngalor ngidul
mencoba memecahkan masalah, dia bertemu dengan pengusaha toko bangunan yang
baru pindah di dekat lokasi rumahnya. Ternyata sang pengusaha toko bangunan itu
menawarkan renovasi rumah saya dengan pembayaran yang bisa di cicil. Akhirnya
dengan modal nekat, Nugroho memberanikan untuk menerima tawarannya dan segera
merombak teras rumah nya menjadi sebuah wartel. Meski hanya mendapatkan ijin
satu KBU, ternyata Nugroho dengan PD nya mempersiapkan 4 KBU meski 3 sisanya
tidak digunakan. Ternyata instingnya tidak meleset. Seiring berjalannya waktu,
perkembangan wartel yang didirikannya terus meningkat dan 3 KBU yang sebelumnya
kosong akhirnya bisa terisi semua.
Waktu terus
bergulir, di sisa-sisa waktu kerjanya Nugroho masih bisa tersenyum melihat
wartel nya banyak peminatnya dan semakin hari semakin banyak antrian yang
menunggu giliran menelpon di Wartelnya (maklum Cuma 1 KBU yang aktif). Melihat
perkembangan ini, Nugroho mencoba memberanikan diri mengajukan tambahan line
telpon ke TELKOM agar bisa melengkapi sisa KBU yang masih kosong. Gayung
bersambut, pihak TELKOM ternyata menyetujui meski dia harus membayar 3 x lipat
dari biaya sambung baru normal.
Hingga 2003
Nugroho masih bisa menikmati masa manis memiliki warung telkom hingga dia bisa
membeli sebuah sepeda motor baru dan sebuah mobil bekas (meski harus dengan
mengangsur) untuk kebutuhan keluarga. Namun sesaat setelah itu masa manis itu berkurang
seiring dengan banyaknya operator seluler yang banyak memberikan discount
percakapan yang luar biasa mampu memukul tingkat kepercayaan dan penggunaan
wartel pada saat itu. Banyak wartel dibuat gulung tikar akibat situasi
persaingan operator seluler pada saat itu, tak terkecuali wartel milik Nugroho.
Keterpurukan
Nugroho makin bertambah seiring perusahaan tempat dia bekerja mulai membatasi
overtime (jam kerja lembur) yang selama ini sangat membantu ekonomi
keluarganya. Dengan kondisi sulit seperti itu ditambah angsuran mobil dan motor
yang belum lunas, Nugroho merasa sangat terpukul. Bahkan untuk sekedar mengajak
jalan-jalan anaknya (yang saat itu masih satu) membuatnya tidak berdaya. Puncak
kesulitan itu kian bertambah sejak kelahiran putrinya yang ke 2 pertengahan November
tahun 2004. Himpitan ekonomi pada saat itu makin terasa.
Hari demi hari
menjadi semakin sulit membuat Nugroho sering tidak pulang ke rumah tepat waktu
demi mencoba mencari kemungkinan-kemungkinan yang bisa membuatnya kembali
bangkit dan mampu kembali mengangkat ekonomi keluarganya. Berbagai seminar
bisnis coba dia ikuti, berkumpul dengan komunitas-komunitas yang bisa berpikir
sejalan dengan pikirannya akhirnya mampu membuat Nugroho tetap optimis dengan apa
yang dia hadapi saat itu. Sampai pada akhirnya tahun 2005 Nugroho justru
memutuskan untuk berhenti kerja. Dengan jabatan sebagai HRD Manager di sebuah
perusahaan dan sudah memiliki ruangan dan sopir khusus yang disediakan
perusahaan....pilihan yang diambil Nugroho dianggap oleh sebagian besar
teman-temannya sebagai pilihan GILA. Bahkan saat mengajukan Surat Pengunduran
Diri dari perusahaan, pimpinannya masih berusaha menahan dengan memberikan
jabatan yang lebih tinggi sebagai Operation Manager di perusahaan yang sama.
Sempet galau
memang....tapi prinsip “If I Wanna To Fly, I have Tobe Free” yang selama ini sudah sangat terpatri di diri
Nugroho membuat nya semakin yakin bahwa saat itu adalah saat yang tepat untuk
memulai.
Kalau pembaca
catatan ini pernah dengar, Ada pepatah yang bilang “Dibalik Kesuksesan Suami, Ada Istri
Yang Hebat”, maka pepatah itu
sangatlah melekat pada diri Nugroho dan Istri. Sesosok seorang wanita bernama
Dewi Nurindah yang sudah menemaninya bertahun-tahun...seakan menjadikannya
sebagai pelontar roket keyakinan di diri Nugroho saat dia menyampaikan niat
mengundurkan diri dari perusahaan kepada istrinya. Keyakinan istrinya bahwa
suaminya mampu melakukan yang terbaik membuat Nugroho makin optimis untuk
melangkah. Kesulitan ekonomi yang makin menghimpit ditambah umur putri ke 2 nya
yang belum genap setahun pada saat itu membuat Nugroho dan istrinya siap
terhadap segala konsekuensi melewati fase yang lebih sulit di depan mereka.
Tepat bulan April 2005 Nugroho memutuskan untuk
mengundurkan diri dari pekerjaannya dan mengabaikan saran mertuanya untuk
mencoba bertahan demi untuk menstabilkan ekonomi keluarganya pada saat itu. Dan
yang lebih menyakitkan lagi, Nugroho pada saat itu memutuskan untuk
menggantungkan hidupnya sementara waktu pada istri yang bekerja sebagai
marketing di sebuah dealer motor. Dan seperti sudah di duga, masa-masa sulit
itu terus menyapa kehidupan mereka berdua hingga apapun berusaha dilakukannya
mulai dari jualan nasi bungkus, jualan snack, mengerjakan proyek-proyek
bangunan, jadi calo tiket dll.
Bisa dibayangkan, dari seorang HRD Manager (jabatan yang
cukup lumayan untuk seorang yang hanya mengandalkan ijasah D3), harus mengantar
nasi bungkus ke beberapa pelanggan, keliling menjajakan snack ke beberapa
minimarket hingga jadi calo tiket bagi mantan rekan kerjanya. Sebuah fase yang
harus dilalui olehnya.
Sulit memang...tapi sekali lagi itulah jalan hidup yang dipilih olehnya sendiri. Jadi ada harga yang harus Nugroho bayar untuk mengejar mimpinya itu. Kalo boleh meminjam istilah yang sering disampaikan oleh Adri Wongso (seorang motivator No. 1 di Indonesia) bahwa setiap orang memiliki hak untuk sukses. Nugroho dan Anda pastinya setuju dengan kalimat di atas bahwa memang ada harga yang harus dibayar dari sebuah kesuksesan. Harga yang dimaksud ukurannya memang bukan masalah uang, tapi diukur oleh seberapa besar keuletan dan ketahanan kita dalam menghadapi setiap kesulitan yang menghadang kita. Seberapa gigih kita untuk terus belajar dan memperbaiki kekurangan.
Nugroho merasa untuk tetap terus bergerak maju, sekalipun lambat. Karena dalam, keadaan tetap bergerak, dia berharap bisa menciptakan kemajuan. Adalah jauh lebih baik bergerak maju, sekalipun pelan, daripada tidak bergerak sama sekali. “Kalo saya menganggap masalah sebagai beban, saya mungkin akan menghindarinya. Tapi saya menganggap masalah sebagai tantangan, dan saya akan menghadapinya....” ujarnya.
Cibiran, gunjingan tetangga dan teman dekat pun datang silih berganti mulai dari munculnya anggapan jadi benalu istri, pengangguran bahkan istilah bapak (bukan ibu) rumah tangga pun dilekatkan para tetangga di punggung nya. Cukup beralasan memang (mungkin) kondisi seperti ini harus dialami Nugroho. Dari yang tadinya pergi ke kantor pagi pulang sore/malam setiap hari tiba-tiba terlihat stand by dirumah sedangkan istrinya pergi kerja. Orang tidak pernah tahu apa yang dilakukannya dan apa yang telah dihasilkannya dengan beraktifitas dirumah. Sebagian besar orang masih beranggapan bahwa orang bekerja adalah orang yang menjadi pegawai dengan datang pagi pulang sore/malam. Sedangkan orang yang beraktifitas dirumah dan menghasilkan uang dari rumah masih dianggap tidak bekerja.
Namun, masalah adalah hadiah yang dapat Nugroho terima dengan ikhlas meski terasa berat (memang). Dengan pandangan tajam, Nugroho melihat keberhasilan dibalik setiap masalah. Masalah adalah anak tangga menuju kekuatan yang lebih tinggi. “Hayo, hadapilah dan ubahlah menjadi kekuatan untuk sukses...”begitu dia berusaha meyakinkan dirinya. “Tanpa masalah, masalah saya tak layak memasuki jalur keberhasilan....”begitu dia mengulangi keyakinannya.
Bahkan diapun meyakini kalo hidup ini pun masalah, karena itu dia siap menerima sebagai hadiah. Sebuah analogi yang mekin membuat Nugroho yakin menyebutkan bahwa...Hadiah terbesar yang dapat diberikan oleh induk elang pada anak-anaknya bukanlah serpihan-serpihan makanan pagi. Bukan pula, eraman hangat di malam-malam yang dingin. Namun, ketika mereka melempar anak-anak itu dari tebing yang tinggi. Detik pertama anak-anak elang itu menganggap induk mereka sungguh keterlaluan, menjerit ketakutan, matilah aku! Sesaat kemudian, bukan kematian yang kita terima, namun kesejatian diri sebagai elang, yaitu terbang.
2005 – 2007 adalah masa paling sulit yang dialami Nugroho untuk membuktikan bahwa pilihan nya untuk berhenti kerja adalah pilihan yang benar. Pagi hari dia menyiapkan nasi bungkus untuk dikirim (dijual) pada saat makan siang tiba. Anak ke 2 nya dia tinggal kan tidur sendirian sedangkan dia sibuk beraktifitas untuk persiapan mengirim nasi bungkus. Saat yang sama dia berusaha meyakinkan anaknya untuk terus tertidur hingga siang hari saat anak pertamanya pulang, dia tinggalkan kedua anaknya untuk mengantar nasi bungkus sekaligus menitipkan snack yang dia kemas malam sebelumnya ke beberapa minimarket disekitar rumah. Sesekali kalo ada yang menelpon meminta tiket, dia segera pergi ke agent langganannya untuk membeli sekaligus mengantarkan ke rumah si pemesan. Sore harinya saat istrinya pulang, Nugroho menggunakan mobil yang dipakai istrinya untuk sekedar menjadi sopir taxi gelap berkeliling kota batam.
Kondisi itu berlangsung sekitar 2 tahun, tapi dia selalu ingat wejangan yang diberikan orang tua bahwa “Tidak ada sesuatu pekerjaan yang mempunyai prospek yang baik. Masa depan di tangan orang yang mengerjakannya...” Baginya wirausaha merupakan profesi yang luar biasa. Makanya tidak semua orang bisa menjadi wirausaha sejati. Karena, dia harus siap bekerja keras, tidak gampang menyerah, harus memiliki mental juara dan siap dihina-hina orang.
Memang siapa pun kita, tidak ada yang bebas dari tekanan hidup atau stres. Bagaimana kita menyikapi atau merespon stres, ternyata sangat membedakan kita satu sama lain. Ada orang yang mudah mengeluh dan mudah menyerah dalam menghadapi tekanan hidup. Ada pula yang begitu tegar, optimistis, dan memandang tekanan hidup sebagai tantangan yang dapat dihadapi. Perbedaan ini dapat disebut perbedaan dalam ketabahan menghadapi stres. Ketabahan hati ternyata memiliki manfaat yang sangat besar bagi kesehatan fisik dan mental kita. Ketabahan hati, keteguhan hati, atau hardiness, merupakan topik yang jarang dibicarakan dalam psikologi. Untunglah, hal tersebut masih menjadi perhatian sebagian kalangan psikologi, sehingga kita dapat memanfaatkan pengetahuan mengenai ketabahan hati untuk keperluan praktis dalam menghadapi persoalan hidup.
Perjalanan seperti yang dialaminya membuat dia bisa menarik kesimpulan bahwa bahwa setiap orang di dunia ini pasti pernah mengalami saat-saat sulit atau menghadapi kesulitan dalam hidupnya, tidak peduli apakah orang kaya atau miskin, cantik ataupun jelek, tua maupun muda, pria maupun wanita. Tidak ada seorang pun yang terbebas dari masalah dan kesulitan. Semua orang pasti menginginkan kebahagiaan dan kesenangan selalu menghampiri mereka. Itu yang membuat Nugroho merasa tidak sendiri...banyak orang yang dia yakini punya kehidupan yang jauh lebih buruk dari yang dia alami pada waktu itu.
Waktu terus berjalan, satu per satu ilmu praktis di bidang bisnis berhasil dia dapatkan. Dan Nugroho merasa banyak orang yang berbisnis dan mulai usaha, namun lebih banyak lagi yang tanpa punya konsep bisnis yang jelas. Itupula yang dialami olehnya. Dengan mengerjakan banyak hal, Nugroho merasa dirinya tidak fokus dalam mengerjakannya. Awalnya Nugroho yang menjalani bisnis untuk mencari penghasilan tambahan karena masih berstatus sebagai karyawan maka sejak dia memutuskan untuk berhenti kerja, maka mau tidak mau dia harus bekerja keras karena mulai sejak itulah bisnisnya justru menjadi sumber pendapatan utama
Kalau pakai hitungan waktu, sebenarnya 2005 hingga 2007 buat Nugroho terbilang belum lama. Ikut secara formal dalam persaingan bisnis baru sekitar kurang dari dua tahun. Tapi Nugroho berkeyakinan bahwa, kualitas pengalaman tidak melulu bicara soal lama atau tidak di bisnis itu tapi juga bergantung pada kualitas proses yang dilalui.
Saat itu Nugroho mencoba menginventarisir beberapa bisnis yang telah dijalankannya hingga akhirnya dia merasa bahwa arah bisnis mulai mengerucut pada bisnis tour and travel. Banyak hal yang mendasarinya untuk memutuskan fokus menjalankan bisnis ini. Diantaranya potensi kota batam yang 90% lebih adalah pendatang membuat kebanyakan masyarakatnya sangat bergantung pada bisnis transportasi untuk bisa mengakomodir kebutuhan perjalanannya. Batam yang terdiri dari gugusan pulau-pulau sangat tidak memungkinkan untuk mengandalkan moda transportasi darat seperti layaknya yang terjadi di jawa atau sumatera. Hal inilah yang mendorong tumbuhnya bisnis tour and travel sebagai basis perpanjangan tangan distribusi bagi penyelengara moda transportasi di batam.
Potensi bisnis tour and travel diperkirakan akan terus melaju seiring dengan pertumbuhan bisnis penerbangan. Peluang bisnis tour and travel sangat besar. Ini terlihat dari jumlah penumpang pesawat yang semakin banyak. Sebab, saat ini, naik pesawat tidak lagi menjadi hal yang wah, tapi sudah menjadi kebutuhan. Kondisi tersebut yang membuat Nugroho berusaha untuk lebih fokus menjalankan dan mengembangkan bisnis tour and travel. Berawal dengan nama Auwliya Tour and Travel dia mengakomodir kebutuhan penjualan nya dengan cara mengambil/membeli tiket yang di pesan oleh pelanggannya ke sebuah tour and travel yang sudah berjalan di Batam. Berbekal spanduk yang dia gantung didepan teras rumahnya, dia memulai segalanya tanpa modal dan hanya bisa melayani kebutuhan beberapa teman dekat dan lingkungan sekitarnya untuk menawarkan jasa penjualan tiket. Dia mensiasati ketiadaan reservasi online dengan hanya memasang komputer jadul milik anaknya dan meja belajar bekas pakai anaknya untuk sekedar meyakinkan konsumen bahwa tour and travel miliknya juga memiliki reservasi online. Nugroho berusaha meyakinkan konsumennya untuk mencoba menahan uang konsumen dan menggantinya dengan kuitansi untuk kemudian uang tersebut dibayarkan kepada travel agent yang bermitra dengannya.
Sulit memang...tapi sekali lagi itulah jalan hidup yang dipilih olehnya sendiri. Jadi ada harga yang harus Nugroho bayar untuk mengejar mimpinya itu. Kalo boleh meminjam istilah yang sering disampaikan oleh Adri Wongso (seorang motivator No. 1 di Indonesia) bahwa setiap orang memiliki hak untuk sukses. Nugroho dan Anda pastinya setuju dengan kalimat di atas bahwa memang ada harga yang harus dibayar dari sebuah kesuksesan. Harga yang dimaksud ukurannya memang bukan masalah uang, tapi diukur oleh seberapa besar keuletan dan ketahanan kita dalam menghadapi setiap kesulitan yang menghadang kita. Seberapa gigih kita untuk terus belajar dan memperbaiki kekurangan.
Nugroho merasa untuk tetap terus bergerak maju, sekalipun lambat. Karena dalam, keadaan tetap bergerak, dia berharap bisa menciptakan kemajuan. Adalah jauh lebih baik bergerak maju, sekalipun pelan, daripada tidak bergerak sama sekali. “Kalo saya menganggap masalah sebagai beban, saya mungkin akan menghindarinya. Tapi saya menganggap masalah sebagai tantangan, dan saya akan menghadapinya....” ujarnya.
Cibiran, gunjingan tetangga dan teman dekat pun datang silih berganti mulai dari munculnya anggapan jadi benalu istri, pengangguran bahkan istilah bapak (bukan ibu) rumah tangga pun dilekatkan para tetangga di punggung nya. Cukup beralasan memang (mungkin) kondisi seperti ini harus dialami Nugroho. Dari yang tadinya pergi ke kantor pagi pulang sore/malam setiap hari tiba-tiba terlihat stand by dirumah sedangkan istrinya pergi kerja. Orang tidak pernah tahu apa yang dilakukannya dan apa yang telah dihasilkannya dengan beraktifitas dirumah. Sebagian besar orang masih beranggapan bahwa orang bekerja adalah orang yang menjadi pegawai dengan datang pagi pulang sore/malam. Sedangkan orang yang beraktifitas dirumah dan menghasilkan uang dari rumah masih dianggap tidak bekerja.
Namun, masalah adalah hadiah yang dapat Nugroho terima dengan ikhlas meski terasa berat (memang). Dengan pandangan tajam, Nugroho melihat keberhasilan dibalik setiap masalah. Masalah adalah anak tangga menuju kekuatan yang lebih tinggi. “Hayo, hadapilah dan ubahlah menjadi kekuatan untuk sukses...”begitu dia berusaha meyakinkan dirinya. “Tanpa masalah, masalah saya tak layak memasuki jalur keberhasilan....”begitu dia mengulangi keyakinannya.
Bahkan diapun meyakini kalo hidup ini pun masalah, karena itu dia siap menerima sebagai hadiah. Sebuah analogi yang mekin membuat Nugroho yakin menyebutkan bahwa...Hadiah terbesar yang dapat diberikan oleh induk elang pada anak-anaknya bukanlah serpihan-serpihan makanan pagi. Bukan pula, eraman hangat di malam-malam yang dingin. Namun, ketika mereka melempar anak-anak itu dari tebing yang tinggi. Detik pertama anak-anak elang itu menganggap induk mereka sungguh keterlaluan, menjerit ketakutan, matilah aku! Sesaat kemudian, bukan kematian yang kita terima, namun kesejatian diri sebagai elang, yaitu terbang.
2005 – 2007 adalah masa paling sulit yang dialami Nugroho untuk membuktikan bahwa pilihan nya untuk berhenti kerja adalah pilihan yang benar. Pagi hari dia menyiapkan nasi bungkus untuk dikirim (dijual) pada saat makan siang tiba. Anak ke 2 nya dia tinggal kan tidur sendirian sedangkan dia sibuk beraktifitas untuk persiapan mengirim nasi bungkus. Saat yang sama dia berusaha meyakinkan anaknya untuk terus tertidur hingga siang hari saat anak pertamanya pulang, dia tinggalkan kedua anaknya untuk mengantar nasi bungkus sekaligus menitipkan snack yang dia kemas malam sebelumnya ke beberapa minimarket disekitar rumah. Sesekali kalo ada yang menelpon meminta tiket, dia segera pergi ke agent langganannya untuk membeli sekaligus mengantarkan ke rumah si pemesan. Sore harinya saat istrinya pulang, Nugroho menggunakan mobil yang dipakai istrinya untuk sekedar menjadi sopir taxi gelap berkeliling kota batam.
Kondisi itu berlangsung sekitar 2 tahun, tapi dia selalu ingat wejangan yang diberikan orang tua bahwa “Tidak ada sesuatu pekerjaan yang mempunyai prospek yang baik. Masa depan di tangan orang yang mengerjakannya...” Baginya wirausaha merupakan profesi yang luar biasa. Makanya tidak semua orang bisa menjadi wirausaha sejati. Karena, dia harus siap bekerja keras, tidak gampang menyerah, harus memiliki mental juara dan siap dihina-hina orang.
Memang siapa pun kita, tidak ada yang bebas dari tekanan hidup atau stres. Bagaimana kita menyikapi atau merespon stres, ternyata sangat membedakan kita satu sama lain. Ada orang yang mudah mengeluh dan mudah menyerah dalam menghadapi tekanan hidup. Ada pula yang begitu tegar, optimistis, dan memandang tekanan hidup sebagai tantangan yang dapat dihadapi. Perbedaan ini dapat disebut perbedaan dalam ketabahan menghadapi stres. Ketabahan hati ternyata memiliki manfaat yang sangat besar bagi kesehatan fisik dan mental kita. Ketabahan hati, keteguhan hati, atau hardiness, merupakan topik yang jarang dibicarakan dalam psikologi. Untunglah, hal tersebut masih menjadi perhatian sebagian kalangan psikologi, sehingga kita dapat memanfaatkan pengetahuan mengenai ketabahan hati untuk keperluan praktis dalam menghadapi persoalan hidup.
Perjalanan seperti yang dialaminya membuat dia bisa menarik kesimpulan bahwa bahwa setiap orang di dunia ini pasti pernah mengalami saat-saat sulit atau menghadapi kesulitan dalam hidupnya, tidak peduli apakah orang kaya atau miskin, cantik ataupun jelek, tua maupun muda, pria maupun wanita. Tidak ada seorang pun yang terbebas dari masalah dan kesulitan. Semua orang pasti menginginkan kebahagiaan dan kesenangan selalu menghampiri mereka. Itu yang membuat Nugroho merasa tidak sendiri...banyak orang yang dia yakini punya kehidupan yang jauh lebih buruk dari yang dia alami pada waktu itu.
Waktu terus berjalan, satu per satu ilmu praktis di bidang bisnis berhasil dia dapatkan. Dan Nugroho merasa banyak orang yang berbisnis dan mulai usaha, namun lebih banyak lagi yang tanpa punya konsep bisnis yang jelas. Itupula yang dialami olehnya. Dengan mengerjakan banyak hal, Nugroho merasa dirinya tidak fokus dalam mengerjakannya. Awalnya Nugroho yang menjalani bisnis untuk mencari penghasilan tambahan karena masih berstatus sebagai karyawan maka sejak dia memutuskan untuk berhenti kerja, maka mau tidak mau dia harus bekerja keras karena mulai sejak itulah bisnisnya justru menjadi sumber pendapatan utama
Kalau pakai hitungan waktu, sebenarnya 2005 hingga 2007 buat Nugroho terbilang belum lama. Ikut secara formal dalam persaingan bisnis baru sekitar kurang dari dua tahun. Tapi Nugroho berkeyakinan bahwa, kualitas pengalaman tidak melulu bicara soal lama atau tidak di bisnis itu tapi juga bergantung pada kualitas proses yang dilalui.
Saat itu Nugroho mencoba menginventarisir beberapa bisnis yang telah dijalankannya hingga akhirnya dia merasa bahwa arah bisnis mulai mengerucut pada bisnis tour and travel. Banyak hal yang mendasarinya untuk memutuskan fokus menjalankan bisnis ini. Diantaranya potensi kota batam yang 90% lebih adalah pendatang membuat kebanyakan masyarakatnya sangat bergantung pada bisnis transportasi untuk bisa mengakomodir kebutuhan perjalanannya. Batam yang terdiri dari gugusan pulau-pulau sangat tidak memungkinkan untuk mengandalkan moda transportasi darat seperti layaknya yang terjadi di jawa atau sumatera. Hal inilah yang mendorong tumbuhnya bisnis tour and travel sebagai basis perpanjangan tangan distribusi bagi penyelengara moda transportasi di batam.
Potensi bisnis tour and travel diperkirakan akan terus melaju seiring dengan pertumbuhan bisnis penerbangan. Peluang bisnis tour and travel sangat besar. Ini terlihat dari jumlah penumpang pesawat yang semakin banyak. Sebab, saat ini, naik pesawat tidak lagi menjadi hal yang wah, tapi sudah menjadi kebutuhan. Kondisi tersebut yang membuat Nugroho berusaha untuk lebih fokus menjalankan dan mengembangkan bisnis tour and travel. Berawal dengan nama Auwliya Tour and Travel dia mengakomodir kebutuhan penjualan nya dengan cara mengambil/membeli tiket yang di pesan oleh pelanggannya ke sebuah tour and travel yang sudah berjalan di Batam. Berbekal spanduk yang dia gantung didepan teras rumahnya, dia memulai segalanya tanpa modal dan hanya bisa melayani kebutuhan beberapa teman dekat dan lingkungan sekitarnya untuk menawarkan jasa penjualan tiket. Dia mensiasati ketiadaan reservasi online dengan hanya memasang komputer jadul milik anaknya dan meja belajar bekas pakai anaknya untuk sekedar meyakinkan konsumen bahwa tour and travel miliknya juga memiliki reservasi online. Nugroho berusaha meyakinkan konsumennya untuk mencoba menahan uang konsumen dan menggantinya dengan kuitansi untuk kemudian uang tersebut dibayarkan kepada travel agent yang bermitra dengannya.
Satu demi satu..sedikit demi sedikit, Nugroho mulai
mendapatkan pelanggan. Data penjualan dengan rapi terus dia bukukan. Nugroho
sangat sadar bahwa banyak orang bermimpi menjadi pengusaha namun tidak semuanya
berhasil. Salah satu penyebab kegagalan dalam bisnis adalah ketidakdisiplinan
dalam melakukan pencatatan keuangan. Pencatatan keuangan baginya menjadi
pekerjaan yang sifatnya otomatis dilakukan setiap harinya. Pencatatan keuangan
tak selalu harus dilakukan saat transaksi terjadi, tetapi di akhir hari sebelum
menutup tour and travelnya pun dilakukannya. Bahkan meskipun bisnisnya belum
membesar pada saat itu dia tetap melakukan pencatatan sederhana menggunakan
tiga jenis buku, yakni buku pembelian, buku penjualan, buku kas atau keluar
masuk uang dari total pembelian, total pengeluaran, biaya operasional, dan
pemasukan.
Dari pencatatan itulah Nugroho pun memberanikan diri
untuk mencoba memberikan data penjualannya ke maskapai untuk mencari
kemungkinan travel miliknya bisa langsung bekerja sama dengan maskapai. Gayung
pun bersambut, maskapai pertama yang bekerja sama dengan tour and travel
mikinya adalah Adam Air. Pada saat itu adam air memberikan kesempatan untuk
bisa mengambil langsung tiket adam air ke kantor mereka (berjarak sekitar 20 km
dari tempat tinggalnya). Cukup lumayan jauh memang, namun itu dia rasa masih
lebih baik karena agent komisi yang awal nya Cuma mendapatkan sebagian dari
travel agent induknya, saat itu dengan mengambil langsung dari kantor adam air,
nugroho bisa mendapatkan 100% agent komisi.
Hingga 2007 Nugroho masih menjalankan bisnisnya
seorang diri, mulai dari membuat marketing tool seperti brosur, mencetaknya,
menyebarkannya, melayani konsumen, mengambil tiket hingga mengantar tiket ke
rumah konsumennya dilakukannya sendiri. Dengan trend yang mulai membaik pada saat
itu, Nugroho berusaha meyakinkan istrinya untuk segera mengundurkan diri dari
perusahaannya dan fokus menjalankan bisnis ini berdua. Rupanya meyakinkan
istrinya merupakan tantangan tersendiri yang tidak mudah diwujudkan olehnya.
Istrinya masih belum bisa mempercayai bahwa bisnis tour and travel yang
dijalankannya adalah menjanjikan untuk dijalankan berdua
Berbagai pertimbangan yang menjadikan istri saya awalnya enggan untuk bergabung. Mulai dari eksistensi usaha ini, kapabilitas dan kredibilitas saya untuk menjalankan bahkan mengembangkannya hingga jaminan masa depan yang tidak luput dipertanyakan. Salah satu yang mendasari alasan mengapa saya ingin mengajak istri untuk berhenti bekerja dan mengelola bisnis yang sedang saya rintis..., karena saya ingin istri memiliki banyak waktu untuk mengurusi keluarga dan anak-anak. Pun saya jugat ingin membuktikan bahwa dengan menjadi pewirausaha hasil yang diperoleh juga tidak lebih kecil dari bayaran menjadi karyawan atau pegawai profesional di sebuah perusahaan besar sekalipun. Namun tentang pandangan yang berbeda ini memang tidak dapat diclea rkanbegitu saja.
Pelan tapi pasti usaha ini berjalan terus dengan keyakinan yang saya miliki, bahwa suatu saat apa yang saya lakukan akan membawa hasil yang lebih baik. Setiap bulan saya rutin memberikan sedikit hasil usaha ini berikut data-data penjualan seperti layaknya sang direksi melaporkan kinerja usaha ke komisaris, secara konsisten saya berikan data sekaligus mengedukasi istri dengan lebih meyakinkan. Trend pendapatan dari usaha ini tidak luput saya laporkan. Ternyata usaha ini membawa hasil, sekitar akhir 2008 atau awal 2009 (saya lupa persisnya), akhirnya istri saya bersedia keluar kerja dan full support atas apa yang saya rintis
Tunggu Kisah selanjutnya....
Pelan tapi pasti usaha ini berjalan terus dengan keyakinan yang saya miliki, bahwa suatu saat apa yang saya lakukan akan membawa hasil yang lebih baik. Setiap bulan saya rutin memberikan sedikit hasil usaha ini berikut data-data penjualan seperti layaknya sang direksi melaporkan kinerja usaha ke komisaris, secara konsisten saya berikan data sekaligus mengedukasi istri dengan lebih meyakinkan. Trend pendapatan dari usaha ini tidak luput saya laporkan. Ternyata usaha ini membawa hasil, sekitar akhir 2008 atau awal 2009 (saya lupa persisnya), akhirnya istri saya bersedia keluar kerja dan full support atas apa yang saya rintis
Tunggu Kisah selanjutnya....
No comments:
Post a Comment
Tidak diperkenankan memberikan komentar yang bersifat mendeskriditkan pihak lain, berbau SARA dan atau hal-hal yang bisa merugikan orang lain