Thursday 15 January 2015

Lakukan 3C dalam bisnis..jika tidak.. kamu akan dapat 3C yang Lain ...

Pusat Tiket, Tour, Umrah dan Haji Khusus

Bagi orang Tionghoa, ada 3 “C” yang harus dijadikan pilar berbisnis. Dan 3 pantangan “C” lagi yang harus dihindari. apa itu ? 



“C” yang pertama adalah “Cengli”. Artinya adil. Kelihatan-nya sederhana. Tetapi ini menyangkut kredibilitas dan reputasi. Kalau ada pengusaha yang bisnisnya dianggap tidak “cengli”, mau menang sendiri, suka curang, dan menipu, biasanya dia akan di “black-list” oleh komunitas pengusaha dan akan dijauhi. “Cengli” mirip dengan paspor atau rating perbankan. Seseorang yang “cengli” artinya boleh dan sangat bisa dipercaya. Kalau seseorang dikatakan “cengli”, biasanya dia akan mudah meminjam uang atau meminta pertolongan pengusaha lain. “Cengli” memiliki pengertian yang sangat dalam, bahwa seorang pengusaha yang baik harus selalu berlaku “fair” terhadap teman dan lawan. “Cengli” secara kemasyarakatan mengatur kondisi dan iklim berusaha yang saling menghormati, sportif dan tidak akan ada yang curang dan melanggar peraturan.

“C” yang kedua adalah “cincai”. Sederhana-nya,”Cincai” memiliki arti fleksibel dan mudah kompromi. Dalam kajian filosofis, justru “Cincai” memiliki arti yang dalam sekali. Pertama mengajarkan sikap merendah dan mengalah. Asalkan ada untung sedikit, maka kompromi jalan terus. Inilah strategi ‘win-win’ ala Tionghoa. Kedua, filosofi ini juga mendisplinkan kita agar lebih baik berteman dan membentuk net-work, daripada bermusuhan dan menciptakan lawan dan musuh sebanyak-banyaknya. Pengusaha yang “cincai” seringkali sangat dihormati oleh komunitasnya, karena dianggap pemurah, baik-hati dan mau memberikan kesempatan kepada orang lain untuk bersama-sama maju. Bilamana ada kawan dan lawan bisnis yang cidera janji, selalu saja ia siap memberikan keluwesan dan tenggang waktu yang lebih lama. Ketika selesai kuliah, saya pernah belajar filosofi ini langsung dari almarhum M.S. Kurnia, pendiri Hero Group. Menurut beliau, orang yang menguasai filosofi ini biasanya sangat pandai sekali bernegosiasi. Sisi buruknya, pengusaha “Cincai” sering dilecehkan oleh lawan bisnisnya, karena dianggap terlalu lembek dan baik hati. Padahal “Cincai” menganut ilmu bambu, yang sangat kuat dan tidak mudah dipatahkan. Kekuatan-nya justru ada pada kemampuan-nya yang lentur dan fleksibel.

“C” yang ketiga dan yang juga terpenting adalah “Coan”, atau artinya “laba”. Kata ini sering dijadikan ledekan dan hina-an. Misalnya seringkali kita mendengar ” Ah, pengusaha anu, yang dipikirkan cuma ‘coan’ doang sih !” Padahal kata inilah yang menjiwai semangat bisnis pengusaha Tionghoa. Baik dari segi kompetitif, atau persaingan, berkembang secara agresif, hingga kekuatan survival yang kokoh. Banyak orang awam, yang tidak mengerti filosofi ini. Padahal filosofi inilah yang mendasari ‘sustainability’ bisnis pengusaha Tionghoa. Mengapa misalnya, pengusaha Tionghoa berperilaku tekun, rajin dan hemat. Itu sebabnya pengusaha Tionghoa seringkali kelihatan sangat kompetitif dan agresif; karena hitungan laba mereka seringkali sangat mepet dan tipis sekali. Tetapi dalam segi jumlah dan tekhnik mereka mengelola ‘cash-flow’, kita jumpai ‘coan’ yang tersembunyi; yang tidak diperhitungkan musuh atau lawan bisnis. Filosofi ini juga mendisplinkan mereka untuk hemat dan menabung. Serta bijaksana melakukan investasi di wilayah-wilayah yang tidak pernah dilirik orang.

Dengan pilar 3 “C” yang semuanya meminjam bahasa dialek Hok-kian, pengusaha Tionghoa mengembangkan bisnisnya. Uniknya 3 “C” menjadi sebuah etika bisnis yang tidak tertulis. Adalah kewajiban tiap pengusaha Tionghoa untuk menghormatinya untuk menciptakan lingkungan berbisnis yang harmonis, tentram dan mampu menciptakan kesejahteraan bagi setiap pengusaha. Mirip sebuah budaya perusahaan. Saat ini banyak pelaku usaha tidak memahami ketiga pilar ini. Maka persaingan menjadi kasar dan semua main kemplang se-enak-nya saja.

Kalau 3 “C” tadi tidak kita hormati lagi, maka bencana-nya semua orang akan melakukan 3 “C” pantangan pengusaha Tionghoa. Apa itu ? 


Pantangan pertama adalah “Ciok” alias hutang. Anda boleh tertawa, jaman sekarang mana ada pengusaha yang tidak berhutang ? Dan menguras kredit dari bank ? Tetapi hutang itu punya akibat mendalam. Yaitu harus berani bertanggung jawab dan membayarnya dengan disiplin. Jangan asal berhutang, kalau nanti tidak bisa bayar, perusahaan dibubarkan saja. Beres sudah. Bilamana ini terjadi, konglomerat sepuh ini mengingatkan kekacauan yang akan terjadi. 

Yaitu munculnya pantangan “C” yang kedua yaitu “Cia” alias makan. Para pengusaha akhirnya saling makan dan menipu sesama-nya. 

Kalau sudah morat-marit akhirnya muncul tragedi “C” yang terakhir - yaitu “Cao” alias kabur dan ngilang. Coba sekarang kita hitung sejumlah nama pengusaha yang sudah minggat keluar negeri. Ternyata jumlahnya sudah melebihi jumlah jari kita. Anda dan saya mungkin cuma sanggup senyum-senyum saja. Karena memang tidak terbantahkan. Karena 6 “C” ini saling berkaitan satu sama lain. Rantai yang mengikat. Sehingga mutlak dijalankan dan diamalkan.

No comments:

Post a Comment

Tidak diperkenankan memberikan komentar yang bersifat mendeskriditkan pihak lain, berbau SARA dan atau hal-hal yang bisa merugikan orang lain

Tangisan Rasulullah untuk Pria Ini Mampu Guncangkan Arsy

Pusat Tiket, Tour, Umrah dan Haji Khusus Rasulullah SAW merupakan sosok manusia paling sempurna keimanannya kepada Allah SWT. Sama seperti...