Monday 8 November 2010

Indahnya berbisnis bareng istri..

Indahnya berbisnis bareng istri..




Kemaren gak sengaja saya ngobrol sama istri temen baik saya di batam lewat FB terkait lika liku mereka membangun bisnis kuliner bersama suami. Permasalahan mereka nyaris sama dengan yg saya alami beberapa tahun yang lalu. Dan memang benar, setelah kami jalani ternyata sungguh menyenangk...an berbisnis ber 2 bersama istri.

Memang sebaiknya kita tidak perlu ragu bila kita ingin buka usaha bersama pasangan. Kompak dan saling percaya dari orang-2 yang terlibat didalamnya menjadi unsur penting dalam kelanggengan bisnis. Nah, bisnis yang dibangun bersama pasangan mempunyai kelebihan ini. Pasangan yang dasarnya memang sudah kompak tinggal menggunakan kekompakan ini sebagai modal untuk berpartner dalam berwiraswasta. Selain itu, bukankah bisnis seringkali mengandung tingkat kerahasiaan tinggi yang menuntut kepercayaan ? Nah, suami-istri punya modal lebih dalam hal ini, mereka saling percaya. Jadi, rahasia bisnis keluarga, seperti resep masakan bagi yang membuka restoran atau kiat manajemen yang dijalankan, tak akan terbeber kemana-mana. Mereka bisa memegang rahasianya. Namun begitu, tak berarti semua suami-istri bisa melakukan bisnis bersama. Hanya pasangan-pasangan tertentu saja yang bisa sukses, yaitu mereka yang bisa kompak dan saling percaya.

Mempunyai hobi dan kesenangan yang sama merupakan modal lain yang tak kalah penting. Jadi, kalau mau membuka usaha rumah makan, ya, suami-istri tersebut harus senang masak dan makan. Paling tidak, kalau hanya satu yang hobi masak, maka pasangannya harus hobi makan. Jadi punya common interest. Sebab, bisnis keluarga tak akan sukses bila hanya mengandalkan skill . Menurut pengalaman saya skill, kan, bisa dicari. Kita bisa menggaji orang lain yang memiliki skill tersebut. Makanya, common interest alias punya kesamaan aspirasi sangat penting. Jangan lupa, bisnis yang dijalankan keluarga sifatnya wirausaha. Jadi, kalau mau enak menjalankannya, hobi dan kesenangan harus sama. Lagi pula, adanya kesamaan hobi dan kesenangan akan membuat bisnis berjalan dengan fun (senang). Kalau bisnis keluarga mau maju, suami-istri yang menjalankannya harus merasa fun. Sebab, bila salah satu pasangan melakukannya dengan terpaksa, entah karena dipaksa pasangannya atau lantaran merasa kasihan melihat pasangannya tak ada yang membantu, maka umumnya jarang yang menjadi sukses. Bukankah ia sebetulnya tak suka berbisnis ? Kalau orang melakukannya dengan terpaksa, tentu enggak bakalan fun , kan ? Nah, bila bisnis yang dijalankan suami-istri tak lagi terasa menyenangkan bagi salah satu pihak, ada baiknya yang merasa terpaksa sebaiknya mengundurkan diri. Siapa tahu kalau istrinya atau suaminya berpartner dengan orang lain, usahanya malah maju. Lagipula kalau terus dipaksakan, bakal timbul konflik terus-menerus. Kasihan, kan, anak-anaknya. Mereka akan melihat orang tuanya selalu bertengkar. Dalam berbisnis bersama, lanjutnya, suami-istri memang harus memiliki kepekaan yang tinggi. Maksudnya, peka melihat situasi. Jadi, kalau sudah nggak fun lagi, ya, jangan diteruskan. Kendati bisnis bersama pasangan banyak menguntungkan, namun bukan berarti tak bakal ada masalah. Bila suami lebih banyak melakukan deal bisnis dan menjalankan operasionalnya, bisa jadi ia semakin canggih. Sementara istrinya yang hanya mengurusi administrasi dan lebih banyak tinggal di kantor, tentunya akan ketinggalan. Akibatnya, makin lama gap di antara mereka makin besar. Buntutnya, salah satu pasti akan merasa tersisih. Kalau sudah begitu, tak ayal lagi, bisnis pun tak lagi terasa menyenangkan. Sering terjadi, bila salah satu merasa tersisih, merasa yang lain lebih dominan, maka ketidakpuasannya itu akan terbawa ke rumah. Nah, pasangan yang demikian belum bisa membedakan urusan bisnis dan rumah tangga. Mereka merasa kantor sama dengan rumah, sehingga mereka mau adu pengaruh supaya lebih dominan. Namun tentu saja hal itu akan berdampak buruk, baik untuk hubungan suami-istri itu sendiri maupun sebagai partner bisnis. Untuk mengantisipasi timbulnya konflik seperti itu, disarankan agar ada pembagian yang jelas tentang tugas dan wewenang masing-masing pihak. Bukankah di setiap organisasi pun selalu ada tugas dan wewenang masing-masing pihak yang terlibat ? Karena itu, bisnis pun harus dilihat sebagai suatu organisasi. Tentunya setelah ada pembagian yang jelas, masing-masing pihak harus menghargai wewenang atau teritori pasangannya. Pembagian tugas yang jelas ini juga membantu agar salah satu pihak tak merasa tersisih atau dilangkahi. Misalnya, dalam mengambil setiap keputusan yang menyangkut urusan rumah tangga, istri selalu dilibatkan. Tapi kalau untuk urusan bisnis, bisa saja suami membuat keputusan tanpa melibatkan istri karena suami merasa itu sudah menjadi wewenangnya. Kalau batasannya jelas, wewenangnya jelas, masing-masing tak melanggar rambu-rambu yang diberikan pasangannya, biasanya akan membuat bisnis lancar saja. Suami-istri yang berhasil dalam bisnis, kebanyakan karena mereka saling mengisi, bukannya bersaing. Selain itu, tambahnya, harus disadari bahwa dalam bisnis manapun selalu ada pihak yang lebih tinggi dari yang lain. Nggak ada, tuh, yang namanya equal partner dalam bisnis. Beda dengan kehidupan dalam rumah tangga, justru equal partner sangat penting. Jadi, kalau dalam bisnis suami-istri memposisikan dirinya sama tinggi, itu pasti menimbulkan masalah. Mereka harus mau berbagi wewenang, harus ada supreme power di bisnis. Kalau partner setara dalam ide dan saham, sih, boleh, tapi harus ada yang lebih tinggi dalam leadership -nya. Sebagai jalan keluar, disarankan agar komunikasi antara suami istri selalu dijaga. Jangan masing-masing tenggelam dalam kesibukannya sendiri di kantor. Ide-ide baru dan keinginan masing-masing pihak harus terus dibicarakan, supaya sebelum salah satu mengambil keputusan, paling tidak ia sudah tahu keinginan pasangannya. Walaupun tak ada sharing dalam pengambilan keputusan, tapi dalam prosesnya istri mengerti, karena komunikasi dijalankan dengan sangat baik. They still communicate in the decision, tapi tak harus sharing power . Konflik lain yang kerap muncul, bila masa-masa sulit dalam bisnis terbawa sampai ke rumah. Misalnya, bisnis sedang lesu, pelanggan jarang datang, order tak masuk atau kalah tender melulu, nah, efek psikologisnya bisa bermacam-macam. Suami/istri atau kedua-duanya bisa jadi kesal, lantas di rumah jadi marah-marah. Ini tentu akan mengganggu hubungan suami-istri. Jadi mesti diwaspadai. Ada juga pasangan yang berbisnis bersama namun tak mau membawa persoalan dalam bisnis ke rumah tangga. Mereka bisa membedakan untuk tak membawa konflik rumah tangga ke bisnis dan sebaliknya. Pokoknya, di kantor urusan di kantor dan di rumah urusan di rumah. Hal ini tergantung dari tingkat "kecanggihan" relationship suami-istri tersebut. Itulah mengapa ada juga pasangan yang oke-oke saja membicarakan bisnis ke rumah dan menganggap itu malah bagus. Bisnis mereka bisa lebih intens karena mereka terus berkomunikasi di rumah. Jadi, tergantung kesepakatan mereka. Selain itu, kalau mereka selalu kompak dan gembira dalam menjalankan bisnis bersama, sebenarnya mereka mendapat manfaat lain, yaitu moral support yang didapat oleh masing-masing pihak. Dukungan dan hiburan bila bisnis sedang sepi benar-benar bisa dirasakan oleh suami atau istri. Moral support ini yang seringkali justru tak bisa didapat dari pegawai atau kompanyon bisnis yang lain. Selamat berbisnis dengan pasangan, semoga sukses !

No comments:

Post a Comment

Tidak diperkenankan memberikan komentar yang bersifat mendeskriditkan pihak lain, berbau SARA dan atau hal-hal yang bisa merugikan orang lain

Tangisan Rasulullah untuk Pria Ini Mampu Guncangkan Arsy

Pusat Tiket, Tour, Umrah dan Haji Khusus Rasulullah SAW merupakan sosok manusia paling sempurna keimanannya kepada Allah SWT. Sama seperti...